Pembangkit Listrik Tenaga Sampah memang masih terbilang baru di Indonesia, namun di negara-negara lain PLTSa tidak asing lagi. Di Indonesia PLTSa mulai dikembangkan di kota Bandung. Secara defenisi , PLTSa lebih ditujukan untuk memusnahkan sampah dari pada menghasilkan listrik. Kebutuhan Kota Bandung akan keberadaan PLTSa dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Di antaranya, seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, volume sampah yang dihasilkan masyarakat pun semakin meningkat.
Sedangkan beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Bandung yang sebelumnya menjadi lahan pembuangan akhir sampah dengan menggunakan sistem open dumping, memiliki keterbatasan baik lahan maupun daya tampung. TPA Cicabe, Pasir Impun, Leuwigajah, Babakan Ciparay dan Jelekong yang berlokasi di Kota Bandung pun akhirnya dinyatakan tutup, menyusul tragedi longsornya TPA Leuwigajah yang memakan puluhan korban jiwa, dan ratusan orang kehilangan rumah tinggal beberapa waktu lalu.
Akibat keterbatasan lahan dan adanya musibah tersebut, maka diperlukan penerapan teknologi yang dapat mereduksi sampah dengan cara-cara yang efisieri, etektif dan berkesinambungan atau jangka panjang (sustain). Sementara pengolahan sampah di Kota Bandung sampai saai ini masih menggunakan metode open dumping, dimana sampah dari sumbernya seperti jalan, pasar, tempat komersial dan fasilitas umum dan pemukiman, dikumpulkan di TPS-TPS, untuk kemudian diolah di TPA, dalam hal ini TPA Sarimukti.
Terlebih lagi, kata Dosen Teknik Mesin ITB ini, semakin maju peradaban dan taraf hidup masyarakat maka volume sampah yang dihasilkan pun akan semakin besar. Contohnya saja, volume total sampah Kota Bandung 2.785 m3/hari. Masyarakat kawasan Bandung Timur menghasilkan sampah 815 m3/hari, Bandung Barat 1.066 m3/hari dan Bandung Tengah 905 m3/hari. 'Jika dilihat, taraf kehidupan masyarakat kawasan Bandung Barat secara umum lebih baik. Itu salah satu contoh kecil. Artinya, ke depan, peradaban masyarakat Kota Bandung akan semakin maju dan volume sampah pun akan semakin meningkat," tandasnya.
Ari kemudian menjelaskan, berdasarkan hasil kajian di beberapa negara, jenis PLTSa yang cocok untuk diterapkan di Kota Bandung adalah PLTSa kondensor berpendingin air. Kapasitas PLTSa yang akan dibangun berkapasitas 500-700 ton/hari dengan kebutuhan air baku 20 liter per detik. Kebutuhan air baku tersebut akan diperoleh dari air olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PDAM Kota Bandung yang berlokasi di Bojongsoang. Saat ini, volume sampah Kota Bandung berkisar 2.785 m3/hari, belum dikurangi 25,44% oleh para pemulung. Sehingga volume sampah yang benar-benar dimanfaatkan sebagai bahan baku PLTSa hanya sekitar 2.000 m3/hari atau sekitar 450-500 ton/hari. Sampah Kota Bandung umumnya memiliki komposisi (dalam % berat) sebagai berikut : 42 % organik, 27 % sisa makanan, 9 % plastik bukan daur ulang, 5 % tekstil, 3 % karet dan 14 % lain-lain, dengan kandungan air sampah segar pada kondisi normal kering 40 % dan mencapai 70 % pada musim penghujan. "Adanya fluktuatif kadar air sampah ini, terutama ketika tinggi, tidak akan menjadi masalah, karena pada pengolahan awal, sampah akan ditiriskan terlebih dahulu selama kurang lebih 5 hari di dalam bunker sambil dicacah sehingga kadar air berada pada kisaran 50-55 %," ujarnya.
PLTSa di negara lain
Bagi negara lain, khususnya di belahan Uni Eropa, pengolahan sampah dengan teknologi PLTSa bukan hal baru lagi. Bahkan pada umumnya satu negara tidak hanya memiliki satu PLTSa, tetapi puluhan bahkan ratusan. Seperti halnya Negara Perancis, yang kini memiliki 130 PLTSa, lalu Italic (52) dan Jerman (61 pabrik). Sedangkan di Singapura, terdapat 4 Incinerator Plant, masing-masing Ulu Pandan Incinerator Plant berkapasitas 1.100 ton/hari, Tuas Incinerator Plant (1.700 ton/hari), Senoko Incinerator Plant (2.400 ton/hari) dan Tuas South Incinerator Plant (3.000 ton/hari).
Persoalan adanya perbedaan kultur atau budaya antara negara lain dengan Indonesia, khususnya Kota Bandung yang mempengaruhi cara, kedisiplinan dan perlakuan masyarakatnya dalam mengolah sampah, diyakini Ari menilai tidak akan menjadi kendala, karena peran masyarakat dalam PLTSa bisa dikatakan kecil yaitu hanya ketika proses pemilahan awal dari sumber sampah. Selanjutnya, sampah akan diolah secara teknologi. Ari juga membantah adanya ketakutan jika dalam proses pembangunan pabrik misalnya, terjadi penyelewengan atas spesif ikasi instalasi pabrik yang akan menyebabkan kurang optimalnya operasional pabrik. "Siapa bilang. Memangnya di Indonesia tidak ada pabrik berskala besar? Kalau pabrik pupuk di Kaltim (dikerjakan secara tidak profesional sehingga) ada masalah, dampaknya bahaya sekali, bisa ribuan orang mati karena gas beracun yang ditimbulkannya," ujarnya.
Meski hasil kajian FS membuktikan bahwa PLTSa layak untuk diterapkan di Kota Bandung , Ari menegaskan bukan berarti metode 3R (Reuse, Recycle, Reduce) tidak diperlukan lagi. Di negara maju lain yang sudah menerapkan PLTSa pun, 3R masih digunakan bahkan dikelola secara proiesional. Kalau pun hendak menggunakan konsep 3R, harus menjadi gerakan nasional, mulai masyarakat, produsen hingga pemerintah. Juga dimulai ketika masyarakat akan memilih barang untuk dibeli dan ini juga harus didukung oleh paraprodusen. "Kita tidak bisa menerapkan konsep 3R kalau secara nasional tidak diberlakukan. Masyarakat pun harus konsisten, jika mau bersikap reduce, hams menolak kantong plastik ketika berbelanja dan membawa kantong plastik sendiri dari rumah. Mendidik seperti itu kan ga sebentar, perlu satu atau dua dua generasi. Intinya, mulai dari diri kita sendirilah," tambahnya. Ari mencontohkan, kalau ke supermarket masyarakat terbiasa memakai kantong plastik, padahal kantong plastik itu sampah. Masyarakat tidak pernah menanyakan, apakah kantong yang digunakan hasil recycle atau bukan. Di Eropa sudah menggunakan kertas, di kita masih plastik. Jadi kebijakan pemerintah juga harus mendukung, sehingga semua produk misalnya deterjen, harus bio-degradable," tambahnya.
Hanya saja, kata pria berkaca mata ini, konsekuensi yang harus dihadapi jika pemerintah menggiatkan gerakan nasional tersebut adalah produk atau barang akan menjadi mahal. "Masalahnya, masyarakat kita siap ga dengan itu. Semuanya bisa di reduce, reuse dan recycle. Tapi tentunya kalau kita mendesak pihak industri untuk menggunakan bahan kimia recycle, jatuhnya jadi mahal. Jadi, tinggal bagaimana keseriusan pemerintah. Mahal (atau} murah kan sebenarnya tergantung pemerintah, tapi yang jelas cakupannya harus nasional," ujarnya, yang sangat yakin jika metode reduce tidak akan mengurangi sampah melainkan hanya menunda siklusnya saja.
Pada kesempatan tersebut, Ari juga menambahkan, pengelolaan sampah pada dasarnya mencakup 5 aspek. Yaitu mencegah pada sumbernya (pollution prevention), mengurangi jumlah sampah (waste minimation), mendaur ulang (recycling), mengolah yang tidak dapat didaur ulang (treatment) dan membuang (disposal). Untuk prinsip pertama hingga ketiga, berkaitan erat dengan kultur masyarakat sedangkan prinsip keempat dan kelima berkaitan dengan teknologi.
Limbah PLTSa
Limbah PLTSa terbagi atas lindi (air kotor) dan bau (NH3-N dan H2S) yang dihasilkan pada awal proses penirisan sampah dan abu (bottom ash), debu terbang (fly ash) dan gas buang yang dihasilkan selama proses pembakaran. Namun semua limbah tersebut akan diolah melalui proses yang canggih dan sangat ketat sehingga baik limbah gas buang, cair dan padatnya, semaksimal mungkin tidak akan merugikan apalagi membahayakan lingkungan hidup khususnya masyarakat sekitar.
Sedangkan racun dioksin, yang sempat dikhawatirkan akan terbentuk ketika proses pembakaran sampah berlangsung, ternyata tidak akan pernah terjadi karena dalam waktu tidak lebih dari 2 (dua) detik akan terurai pada temperatur 850-900 derajat Celsius. Dioksin bisa dihasilkan dari proses pembakaran senyawa yang mengandung klorin dengan hidrokarbon pada temperatur rendah sekitar 250 derajat Celsius. "Ini membuktikan bahwa PLTSa ramah lingkunqan. Justru dioksin itu dihasilkan dari pembakaran sampah yang dilakukan rumah tangga karena temperaturnya kurang dari 850 derajat Celsius," katanya.
Pengolahan lindi dan bau
Lindi akan ditampung untuk kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu kemudian disalurkan ke Bojongsoang untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan bau (NH3-N dan H2S) dan gas methan yang dihasilkan dari proses pembusukan selama sampah ditiriskan akan disalurkan ke dalam ruang bakar (tungku) sehingga gas terbakar dan terurai. Dengan begitu, tidak akan ada bau yang dilepaskan ke udara.
Pengolahan abu, debu terbang dan gas buang
Sisa pembakaran berupa abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat atau 5 % dari volume akan diuji kandungan bahan berbahaya dan beracunnya (B3) di laboratorium, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, untuk ditentukan apakah bisa diolah untuk dimanfaatkan atau tidak. Jika dari hasil uji diketahui aman dan bisa dimanfaatkan, maka abu akan digunakan sebagai material untuk membuat jalan dan debu terbang akan dimanfaatkan sebagai bahan campuran bagi material bangunan. Misalnya campuran semen atau batako. Sebaliknya, jika dari hasil uji laboratorium diketahui tidak aman untuk dimanfaatkan, maka abu dan debu terbang akan diproses sesuai dengan ketentuanyang berlaku.
Direncanakan pada lokasi PLTSa akan dibangun penampungan abu dengan kapasitas 1.400 m3 yang mampu menampung abu yang dihasilkan selama 14 hari beroperasi dan silo penampungan debu dengan kapasitas 5.500 m3 yang mampu menampung debu terbang yang dihasilkan selama 5 tahun beroperasi. (yuyun)
sumber:http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id=849
kao di lamp;ung gimana ya?? potensi yang ada bisa gak di kembangkan teknologi ini, biar samapah bisa jadi manfaat
ReplyDeleteHaloo teman-teman Unila, apa kabar? :)
ReplyDeletemelihat bahaya2 yang ditimbulkannya, sudah saatnya kita mengurangi penggunaan kantong plastik.
sudah punya tas baGoes? baGoes adalah solusi nyata untuk membantu mengurangi penggunaan kantong plastik. Selain bisa dilipat menjadi gantungan kunci, baGoes dapat mengganti hingga 1000 kantong plastik.
info lebih lanjut mengenai tas baGoes bisa dilihat di http://shop.greeneration.org
yuk sebarkan pengurangan penggunaan kantong plastik ini, untuk mendukung terwujudnya Indonesia tuntaskan sampah! :)
Salam,
Reta Yudistyana
Greeneration Indonesia
--
Greeneration Indonesia
green attitude green environment
Kanayakan D 35 . Bandung 40135
Jawa Barat - Indonesia
Telp/Fax: +62-22-2500 189
Email: info@greeneration.org
Web: www.greeneration.org
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis was great to read
ReplyDelete